Lebih Dekat dengan La Nina, “Gadis Kecil“ si Pembawa Petaka

Inspirasi223 Dilihat

Jakarta, Intelmedia.co.id – Nama La Nina belakangan ini kerap menjadi buah bibir dikalangan masyarakat. Tak hanya pejabat, rakyat diberbagai lapisan pun ikut berdebat soal La Nina. Lantas, siapa sih La Nina, hingga banyak orang yang membicarakan dan ingin mengenalnya lebih dekat. Secara harfiah, La Nina berasal  dari Bahasa Spanyol, yang berarti “Gadis Kecil”. La Nina memiliki saudara laki-laki bernama El Nino. Dua-duanya mempunyai sifat dan karakter yang berbeda. Dalam konteks cuaca atau iklim La Nina adalah fenomena alam, dimana suhu air laut di Samudera Pasifik menurun, sehingga berada di bawah rata-rata dari daerah sekitarnya. Pendinginan yang tidak biasa ini bahkan bisa terjadi hingga anomali suhu melebihi minus 0,5 derajat celcius. Biasanya, fenomena ini terjadi setiap 2 hingga 7 tahun sekali. Namun, tidak menutup kemungkinan fenomena ini juga bisa terjadi secara berturut-turut. Umumnya, berlangsung dalam durasi selama beberapa bulan hingga 2 tahun. Menurut catatan yang ada, La Nina pernah terjadi selama 15 kali, yang jika dirata-ratakan, terjadi sekitar 6 tahun sekali.

Sejatinya, La Nina dan El Nino merupakan fase ekstrim di dalam siklus ENSO (El Nino Southern Oscillation). Ini merupakan fenomena iklim yang terjadi secara berkala dan berubah-ubah di antara 3 fase yaitu netral, La Nina, dan El Nino.

Pada kondisi El Nino, kondisi air menjadi lebih hangat di Pasifik Timur. Sementara La Nina berlawanan dengan El Nino. Menyebabkan kondisi perairan di daerah Pasifik menjadi lebih dingin. Jadi, daerah yang terdampak kekeringan selama terjadinya La Nina, bisa mendapatkan lebih banyak hujan di tahun-tahun El Nino, begitupun sebaliknya. Jadi, secara sederhana La Nina bisa ditafsirkan dengan musim hujan yang berlebih. Saat La Nina, curah hujan yang dilewati “Gadis Kecil” ini sangat tinggi diatas normal. Akibat intensitas curah hujan yang diatas normal ini, maka sudah dapat diduga banjir, longsor dan bencana sejenisnya akan melanda. Sementara El Nino, adalah kebalikan dari La Nina yakni musim kemarau yang berkepanjangan.

Penyebab La Nina

Lautan tentu memainkan peran penting dalam cuaca di bumi. Pembaca tentu sudah sangat hafal soal teori terjadinya hujan yang berawal dari proses terbentuknya awan hingga menjadi hujan? Proses ini terjadi di atas air laut hangat yang menguap. Lalu, ketika ada angin kencang yang berhembus, air hangat beserta awan dan badai bergerak menuju ke bagian barat.

Dalam kondisi normal, hal ini akan menyebabkan cuaca yang normal. Namun, pada saat La Nina terjadi, angin di Samudera Pasifik jauh lebih kuat sehingga mendorong lebih banyak air laut hangat ke barat. Hal ini menyebabkan massa air dingin di bagian timur Samudera Pasifik bergerak ke atas atau kita kenal dengan upwelling. Sehingga, sering muncul di daerah barat Pasifik, Indonesia, dan Australia Utara yang menyebabkan curah hujan jadi lebih tinggi.

Sebenarnya, La Nina ini akan sangat berdampak kalau di wilayah tersebut tidak memiliki sistem resapan air yang bagus. Sebab, biasanya mengakibatkan hujan yang cukup lama dan bisa membuat suatu daerah jadi tergenang dan banjir.

Selain curah hujan yang diatas normal, ombak tinggi juga bisa terjadi hingga 3,5 meter yang sangat membahayakan buat para nelayan tradisional.

Tapi, untungnya hal ini bisa diprediksi satu tahun sebelumnya dengan mengikuti pola kejadiannya. Seri satelit cuaca bernama GOES-R bisa membantu para peneliti untuk memetakan peningkatan petir dan mengeluarkan peringatan cuaca buruk yang lebih akurat dan lebih awal untuk kita.

Baik El Nino dan La Nina sangat memengaruhi pola curah hujan, tekanan atmosfer, dan sirkulasi atmosfer secara global. Namun, keduanya memiliki dampak yang berbeda. Untuk La Nina sendiri, berikut adalah beberapa dampak yang ditimbulkan adalah seperti potensi hujan meningkat yang terjadi di bagian barat ekuator Samudera Pasifik. Terjadinya bencana hidrometeorologis seperti longsor dan banjir. Berisiko merusak tanaman seperti tanaman-tanaman semusim dan juga sawah karena hujan yang berkepanjangan lalu banjir. Dampak positif bagi pertanian karena kondisi pengairan di lahan pertanian akan tetap basah karena hujan tetap turun meskipun sedang musim kemarau.

Saat ada La Nina, BMKG menyarankan kita untuk tetap mewaspadai wilayah-wilayah yang diprediksi akan mengalami musim hujan di atas normal. Wilayah-wilayah yang terdampak seperti Jawa, sebagian kecil Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Papua, Bali, dan Sumatera.

Dilansir dari laman resmi BMKG, pendinginan suhu muka laut mengurangi potensi pertumbuhan awan di Samudera Pasifik tengah dan meningkatkan curah hujan di wilayah Indonesia secara umum.

sementara Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB ) menyebut la Nina adalah anomali iklim global yang dapat memicu peningkatan curah hujan. Akibatnya berpotensi terjadi bahaya hidrometeorologi, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Merujuk pada informasi BMKG mengenai potensi La Nina di Indonesia yang dapat terjadi pada periode Oktober 2021 hingga Februari 2022.

“Catatan historis menunjukkan bahwa La Nina tahun 2020 menyebabkan terjadinya peningkatan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia hingga 20 persen sampai dengan 70 persen dari kondisi normalnya,” ujar Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi dalam surat edaran pada Jumat, 20 Oktober 2021.

(Zen/berbagai sumber)