Diduga Tidak Ingin di Konfirmasi, Kabid Dan Kadisdik Kabupaten Tuba Diduga Langgar Kebebasan Pers

Ragam Berita332 Dilihat

Tulang Bawang, Intelmedia.co.id – Diduga Kabid dan Kadisdik Tuba Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, melarang wartawan dan para awak media membawa telepon selular atau “handphone” (HP) ataupun alat perekam ke ruangannya ketika awak media ingin meminta tanggapan Kabid PAUD, Kamis (28/03/2024)

Peristiwa pelarangan itu terjadi pada hari Senin 25 maret 2024, saat awak media meminta tanggapan dari Kabid PAUD terkait dengan adanya pemberitaan atau temuan dengan beberapa oknum kepala sekolah PAUD yang ada di seputaran lingkungan kabupaten Tulang Bawang.

“Kalau mau konfirmasi handphone (HP) ditarok didalam loker,” kata salah satu penjaga di depan kantor Disdik Tuba.

“Ini memang sudah perintah dan amanat dari pimpinan kami di dalam. Kalau mau masuk silahkan tinggal HP, karna kami gak mau nanti di salahkan sama atasan kami,” ucapnya.

Hal tersebut dimaksudkan untuk memberikan kenyamanan pegawainya dalam bekerja.

“Mungkin dari teman-teman yang ada di kantor untuk kenyamanan bekerja, sehingga tamu-tamu atau para awak media HP harus ditaruh di loker supaya kita bisa memberikan informasi ataupun melayanani dengan baik,” kata salah satu penjaga, Senin (25/03/2024).

Namun hal itu juga yang menjadi pertanyaan oleh sejumlah awak media dan Jurnalis yang ada di Kabupaten Tulang Bawang. Alasan dan peraturan mana yang bisa melarang wartawan dilarang oleh Dinas Pendidikan Tulang Bawang membawa Handphon (HP) atau alat perekam lainya saat melakukan konfirmasi.

“Kalau kita tidak dibolehkan membawa handphone (HP) atau alat perekam bagaimana kami bisa bekerja,” ucap salah satu Jurnalis Kabupaten Tulang Bawang Beni Setiawan.

Sikap dari Dinas Pendidikan Kabupaten Tulang Bawang ini disinyalir bertentangan dengan semangat BJ Habibie yang kala itu menjabat sebagai Presiden RI mengeluarkan beberapa kebijakan kebebasan Pers.

Ketentuan mengenai kebebasan Pers dan keterbukaan informasi diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dengan melakukan pencabutan sejumlah peraturan yang dianggap mengekang kehidupan Pers.

Gerakan reformasi politik juga memunculkan ide untuk melakukan amandemen UUD 1945. Perubahan mendasar dalam amandemen UUD 1945 diantaranya adalah setiap orang berhak memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya.

Setiap orang juga berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia sebagaimana yang tercantum dalam amandemen UUD 1945 pasal 28 F.

Jadi munculnya dukungan peraturan tersebut pasca Orde Baru, merubah paradigma terkait keterbukaan informasi, termasuk keterbukaan informasi publik pada badan publik. Sedangkan ketentuan mengenai keterbukaan informasi publik diatur dalam UU Nomor 14 Tahun 2018 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Melihat semua peraturan itu, maka orang yang menghambat dan menghalangi kerja Wartawan dapat dipidana sebagaimana pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 tahun 1999, menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

(Joni/Tim)