Rokan Hulu, intelmedia.co.id – Pemerintah Kabupaten Rokan Hulu terus menunjukkan komitmennya dalam menyelesaikan konflik agraria di wilayahnya. Salah satunya dengan memfasilitasi mediasi antara pihak PT. Eka Dura Indonesia (EDI) dan kelompok ahli waris H.T. Siddik, yang digelar di Lantai III Kantor Bupati Rokan Hulu pada Selasa (8/7/2025).
Mediasi ini dihadiri oleh Asisten I Setda Rohul H. Fahatanila Putra, didampingi Wakapolres Kompol Rahmat Hidayat, perwakilan ATR/BPN, serta sejumlah pejabat dinas terkait seperti Dinas Perkebunan dan Peternakan, Dinas Koperasi, Transmigrasi dan Tenaga Kerja, Badan Kesbangpol, Dinas Lingkungan Hidup, serta Kabag Hukum, Tata Pemerintahan, dan Administrasi Wilayah.
Dalam sambutannya, H. Fahatanila Putra menyatakan bahwa pemerintah daerah mendukung penuh proses mediasi ini sebagai bagian dari upaya penyelesaian konflik agraria yang telah berlangsung lama di Rokan Hulu.
“Ini merupakan arahan langsung dari Bapak Bupati. Beliau sangat konsen terhadap penyelesaian konflik lahan yang adil dan bermartabat,” ujar Fahatanila.
Ia juga menegaskan bahwa Pemkab Rohul telah membentuk Gugus Tugas Reforma Agraria sebagai langkah strategis menangani berbagai persoalan lahan yang bersifat sistemik dan berlarut-larut.
“Apabila tidak tercapai kesepakatan dalam mediasi, maka jalur hukum menjadi opsi terakhir,” tambahnya.
Dalam keterangannya kepada awak media usai mediasi, Tengku Muhammad Dani, perwakilan ahli waris H.T. Siddik, menyampaikan bahwa lahan seluas 1.500 hektare yang disengketakan merupakan milik sah mereka berdasarkan dokumen hukum sejak tahun 1964.
“Kami memiliki bukti kuat dari tahun 1964, diperkuat dengan dokumen tahun 1992 hingga surat keterangan terakhir tahun 2025. Tidak ada pembatalan, sehingga kami yakin hak atas tanah tersebut masih sah secara hukum,” tegas Dani.
Ia mengungkapkan bahwa PT. Eka Dura baru hadir di wilayah tersebut sejak tahun 1986, jauh setelah pihaknya memiliki legalitas tanah. Dani menuding perusahaan telah menguasai lahan tanpa ganti rugi dan tanpa menunjukkan bukti HGU yang sah.
“Kami datang memenuhi undangan resmi Pemkab Rohul untuk mencari kejelasan dan keadilan. Tapi pihak perusahaan tidak hadir. Ini kami anggap sebagai bentuk menghindari tanggung jawab,” ujarnya.
Dani juga mempertanyakan masa berlaku HGU PT. Eka Dura yang disebut telah habis pada 2024 dan belum diketahui perpanjangannya.
“Menurut informasi dari BPN, perpanjangan HGU harus menyelesaikan konflik dengan masyarakat terlebih dahulu. Tapi hingga kini, tak ada penyelesaian,” katanya.
Ia menambahkan, pihaknya siap mengikuti proses hukum apabila diperlukan, namun berharap pemerintah daerah dan pusat, termasuk Presiden Prabowo, dapat memberi perhatian serius atas persoalan ini.
“Binatang saja jika habitatnya diambil, bisa dikembalikan. Kami manusia, dan ini hak mutlak kami. Kami tidak pernah mengambil tanah orang,” pungkas Dani.
Meski perusahaan tidak hadir, Pemkab Rokan Hulu tetap berharap mediasi ini menjadi jalan menuju penyelesaian damai dan adil atas konflik lahan yang telah berlangsung bertahun-tahun. Pemerintah daerah juga diharapkan bersikap transparan, tegas, dan memfasilitasi seluruh pihak demi terciptanya keadilan agraria di daerah tersebut.
(Drjt)











