Jakarta, intelmedia.co.id – Tim penyidik Subdit Ranmor Ditreskrimum Polda Metro Jaya berhasil mengungkap kasus produksi uang palsu di Srengseng, Jakarta Barat. Rencana pelaku untuk menukar uang palsu ke Bank Indonesia menunjukkan keberanian dan kecanggihan metode yang digunakan.
Pengungkapan kasus ini menunjukkan skala operasi yang signifikan. Pelaku memproduksi uang palsu dalam pecahan Rp 100 ribu sebanyak 220.000 lembar, setara dengan Rp22 miliar. Para tersangka berniat menukarkan uang palsu ini ke Bank Indonesia dengan tujuan menggantikan uang yang akan didisposal.
Penyidik berhasil menangkap empat tersangka utama: M, FF, YS, dan MDCF. Mereka telah menjalankan aksinya di wilayah Jakarta dan Jawa Barat sejak April 2024. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Wira Satya Triputra, menyatakan bahwa operasi ini dilakukan di dua lokasi utama: sebuah villa di Sukabumi, Jawa Barat, dan sebuah fasilitas di Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat.
Para pelaku menggunakan metode dan peralatan canggih untuk memproduksi uang palsu berkualitas tinggi. Barang bukti yang disita termasuk mesin pemotong uang, mesin cetak merk GTO, plat warna pencetak, kertas Plano ukuran A3, alat ultraviolet, dan mesin hitung uang. Peralatan ini memungkinkan mereka untuk mencetak uang palsu yang hampir tidak dapat dibedakan dari uang asli.
Salah satu aspek yang paling mencengangkan dari kasus Uang Palsu di Srengseng ini adalah rencana pelaku untuk menukarkan uang palsu ke Bank Indonesia. Mereka berencana untuk menggantikan uang yang akan didisposal oleh bank, sebuah langkah yang menunjukkan keberanian dan potensi celah dalam proses disposal uang yang bisa dimanfaatkan oleh para pelaku kejahatan.
Para tersangka memproduksi uang palsu berdasarkan pesanan dari seseorang berinisial P (yang saat ini menjadi buronan). P menjanjikan pembayaran sebesar Rp5,5 miliar setelah Iduladha dengan rasio tukar 1:4. Skema pembayaran ini menunjukkan betapa menguntungkannya bisnis ilegal ini bagi para pelaku.
Penyidik masih memburu tiga tersangka lainnya yang terlibat dalam operasi ini, yaitu A yang bertugas membeli mesin dan peralatan, I sebagai operator mesin cetak GTO, dan P sebagai pemesan uang palsu. Penangkapan mereka penting untuk menghentikan seluruh jaringan dan mencegah produksi serta peredaran uang palsu lebih lanjut.
Kasus ini memiliki implikasi besar bagi penegakan hukum dan lembaga keuangan. Hal ini menyoroti perlunya peningkatan keamanan dalam produksi dan disposal uang. Bagi penegak hukum, ini menggarisbawahi pentingnya kewaspadaan dan peningkatan teknik investigasi untuk melawan kejahatan yang semakin canggih.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 244 KUHP (pemalsuan uang), Pasal 245 KUHP (peredaran uang palsu), serta Pasal 55 dan 56 KUHP (persekongkolan dalam kejahatan). Hukuman maksimal yang dapat dikenakan adalah 15 tahun penjara, menunjukkan betapa seriusnya kejahatan ini.
Operasi ini memproduksi sekitar 220.000 lembar uang palsu pecahan Rp100 ribu, setara dengan Rp22 miliar.
Mereka berencana menukar uang palsu ke Bank Indonesia, menggantikan uang yang akan didisposal.
Para pelaku menggunakan mesin pemotong uang, mesin cetak merk GTO, plat warna pencetak, kertas Plano ukuran A3, alat ultraviolet, dan mesin hitung uang.
Tersangka utama adalah M, FF, YS, dan MDCF, dengan tiga tersangka lainnya (A, I, dan P) masih dalam pengejaran.
Para tersangka dikenakan dakwaan berdasarkan Pasal 244 dan 245 KUHP, serta Pasal 55 dan 56 KUHP, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.
Kasus ini menyoroti perlunya peningkatan keamanan dalam produksi dan disposal uang serta pentingnya kewaspadaan dan peningkatan teknik investigasi oleh penegak hukum.
Kasus uang palsu di Srengseng menjadi pengingat keras tentang keberanian dan kecanggihan organisasi kriminal dalam mengeksploitasi celah dalam sistem keuangan. Rencana para pelaku untuk menukar uang palsu di Bank Indonesia menunjukkan potensi ancaman serius bagi integritas sistem keuangan. Dengan terus melanjutkan investigasi dan menangkap semua pelaku yang terlibat, penegak hukum berupaya mencegah terulangnya kejahatan serupa di masa depan.
(Fjr)