Kisruh Pemindahan Mendadak Napi di Rutan Menggala: Keluarga Duga Ada “Permainan Gelap” HP Ilegal

Tulang Bawang, intelmedia.co.id – Rutan Kelas IIB Menggala, Lampung, kembali menjadi sorotan setelah dua warga binaan, Anton bin Jailani dan Riansah bin Mat Ali, dipindahkan mendadak tanpa pemberitahuan resmi kepada keluarga. Pemindahan misterius ini menyeret dugaan adanya ketakutan pihak Rutan terhadap terungkapnya peredaran HP ilegal yang masih marak di dalam sel.

Keluarga terkejut dan menduga pemindahan tersebut tidak murni karena alasan prosedur. Joni, saudara kandung Anton dan Riansah, geram dan mencurigai ada upaya menutupi ‘permainan gelap’ terkait barang terlarang.

Dugaan kuat ini diperkuat dengan pesan dramatis yang sempat dikirimkan Riansah melalui ponsel dari dalam sel kepada adiknya:

Kalau tidak dikasih masuk dari depan, bilang saja sudah dapat izin dari Pak Teguh KPR. Jangan lupa bawa sendal kalau jadi saya dioper.”

Pesan ini menjadi bukti nyata bahwa HP—alat komunikasi yang dilarang keras—masih bisa diakses dan digunakan oleh narapidana di Rutan Menggala, membuktikan lemahnya pengawasan internal.

Joni, mewakili keluarga, menegaskan bahwa pemindahan mendadak ini dilakukan karena ada pihak yang khawatir rahasia penggunaan HP ilegal akan terbongkar.

Redaksi media yang mencoba mengkonfirmasi langsung kepada Kepala Lapas (Kalapas) Rutan Kelas IIB Menggala, Dwi Ediyanto, justru mendapat jawaban yang menghalangi transparansi:

“Kalau mau konfirmasi, silakan ke kantor. Nanti dijelaskan langsung. Etikanya komunikasi itu bertatap muka dulu,” ujar Kalapas, menolak memberikan klarifikasi resmi tertulis terkait hak napi dan prosedur pemindahan, Kamis (25/9/2025).

Meski pemindahan napi diatur dalam UU Pemasyarakatan (UU No. 12 Tahun 1995), sikap Rutan yang enggan transparan memicu kecurigaan publik.

Kasus ini kini menyeret perhatian ke Kantor Wilayah Kemenkumham Lampung yang dipimpin Jalu Yuswa Panjang. Publik mendesak Kakanwil dan Kadivpas untuk segera turun tangan. Fakta terungkapnya HP ilegal di Rutan Menggala membuktikan bahwa retorika razia dan komitmen memberantas barang terlarang belum menyentuh akar permasalahan.

Keluarga korban hanya menuntut keadilan dan transparansi. “Jangan rakyat kecil yang jadi korban. Kalau ada pelanggaran, buka terang-terangan. Jangan ditutup-tutupi,” tutup Joni.

Tinggalkan Balasan